Rabu, 26 Juli 2017

Bukan Hanya Keluar Dana Talangan, Ski Air Malah Nombok Jelang SEA Games

Bukan Hanya Keluar Dana Talangan, Ski Air Malah Nombok Jelang SEA Games




Jakarta – Pengurus Besar Persatuan Ski Air dan Wakeboard Indonesia (PSAWI) kesulitan dana uji coba dan belum menerima peralatan latih tanding sebelum ke SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Mereka mengantisipasi dengan dana talangan dan nombok.

Sebagai juara umum SEA Games dua tahun silam, ski air kembali diharapkan menjadi lumbung emas di Kuala Lumpur nanti. Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) memasang target lima emas.

Sang pelatih, Rusdi Amir, menilai target itu tak realistis. Sebab, target itu tak dibarengi dengan dukungan optimal dari Satlak Prima.

Baca Juga: Ski Air Vs Satlak Prima Soal Target Emas di SEA Games

Sejak menggelar pelatnas November 2016, dukungan peralatan latih dan tanding belum diterima. Ketidakpastian kucuran dana juga membuat ski air tak berani menjalani uji coba yang sudah direncanakan.

“Sekarang dana pendukungnya mana? Peralatan latih dan tanding saja belum,” ucap Rusdi di sela-sela latihan ski air di Danau Sunter, Jakarta Utara, Rabu (26/7/2017).

Peralatan Latih Tanding Belum Diterima

Rusdi tak habis pikir persoalan itu terulang lagi setiap pelatnas digelar. Padahal, semestinya pemerintah, Satlak Prima, dan KOI lebih agresif karena Indonesia bakal menjadi tuan rumah Asian Games 2018.

“Atlet ini masih menggunakan alat pribadi loh, ada juga yang pakai bekas SEA Games 2015, ada yang bekas pakai PON 2016 kemarin dari daerahnya diberikan. Tapi pertanyaannya adalah mau sampai kapan? Kami juga butuh barang baru,” ujar dia.

Sebagai gambaran peralatan ski air bisa sampai Rp 600 juta. Itu belum bicara bensin yang bisa capai Rp 40 juta per bulan untuk tiga kapal. Lalu oli yang harus diganti setiap 50 jam sekali, kemudian oil filternya harus beli di Singapura.

Rusdi Amin, pelatih timnas ski airRusdi Amir, pelatih timnas ski air (Agung Pambudhy/detikSport)

“Cuma kita kan begitu-begitu saja, dari SEA Games ke SEA Games. Bosan juga karena dari tahun kemarin disuruh buat proposal pengajuan (peralatan) sampai sekarang belum. Padahal sekarang sudah tinggal 20 hari lagi ibaratnya,” tutur dia.

“Belum harus adaptasi. Iya kalau langsung enak, kalau misalnya si atlet butuh adaptasi lama? Makanya paling tidak dua tiga bulan deh peralatan harusnya sudah tiba,” ujar dia.

Sebelumnya, data dari Kemenpora tanggal 24 Juli 2017, disebutkan peralatan latih dan tanding ski air saat ini dalam proses pengiriman ke Indonesia. Barangnya sendiri merupakan impor dari Amerika Serikat dan saat ini masih tertahan di Singapura.

Batal Uji Coba, Datangkan Pelatih Asing

Terbatasnya dukungan juga dirasakan pada saat mereka hendak mengajukan ujicoba ke Amerika Serikat. Harusnya mereka dijadwalkan berangkat Maret lalu, namun sampai sekarang tidak disetujui Satlak Prima karena anggarannya besar yaitu Rp 1,8 miliar. Angka itu untuk 20 orang.

Sampai saat ini mereka baru mengikuti Kejuaraan Asia Oceania Australia di Selandia Baru, akhir Januari lalu. Hasilnya, mereka meraih dua medali emas, tiga perak, dan empat medali perunggu.

“Awalnya kami minta ujicoba ke Orlando, tapi tidak ada jawaban. Kami tidak mau berangkat (biaya sendiri) nanti tidak diganti. Sebagai gantinya, ya kami panggil pelatih asing Herman Beliakou dari Belarus,” katanya.

Herman yang merupakan juara dunia ski air sebenarnya bukan orang baru bagi atlet Indonesia. Pada persiapan SEA Games 2015 Singapura, dia juga turut andil kesuksesan tim Indonesia meraih empat medali emas.

“Jadi selepas Singapura kemarin kami kembalikan. Nah, ada kejadian seperti ini kami panggil lagi. Ternyata dia bisa, makanya baru bergabung April kemarin. Kami membayarnya USD 200 per hari. Kalau lewat Satlak itu banyak pengurusannya, harus punya ini itu, akhirnya kami ambil alih,” katanya.

Nombok banyak dong? Wah jangan ditanya. Kalau (kami) tidak punya Ketua yang gila ski air, selamat saja itu ski air. Sekarang pemerintah saja seperti itu. Anak-anak disenangkan dengan honor atlet saja,” ujar Rusdi.



(mcy/fem)



Source by [author_name]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar